-->

Pedagang Petisah Tolak Operasi Pasar Cabai Merah BUMD: Harga Rp35 Ribu Bikin Kami Mati Perlahan

Di antara deretan lapak cabai di Pasar Petisah, aroma pedas bercampur rasa getir mewarnai suasana. Para pedagang menolak kebijakan operasi pasar yang

Editor: PoskotaSumut.id author photo


MEDAN - Di antara deretan lapak cabai di Pasar Petisah, aroma pedas bercampur rasa getir mewarnai suasana. Para pedagang menolak kebijakan operasi pasar yang dilakukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Sumatera Utara, Sabtu, 25 Oktober 2025, yang mendistribusikan cabai merah dari Pulau Jawa dengan harga jual Rp35 ribu per kilogram.

Alih-alih menekan inflasi, kebijakan itu justru dianggap mengancam usaha kecil di pasar tradisional.

“Kalau dijual segitu, kami pedagang lokal mau ambil untung dari mana? Cabai dari petani Deli Serdang saja sudah Rp38 ribu, belum ongkos dan sewa tempat,” ujar Siti Marlina, pedagang cabai yang sudah 15 tahun berjualan di Petisah.

Skala Intervensi Dinilai Tak Seimbang

Program operasi pasar BUMD ini diklaim sebagai bentuk intervensi pemerintah untuk menjaga kestabilan harga pangan strategis, khususnya cabai merah — komoditas penyumbang inflasi terbesar di Sumatera Utara dalam tiga bulan terakhir.

Namun menurut pengamatan lapangan, jumlah pasokan yang digelontorkan hanya sekitar 500 kilogram per titik pasar, jauh dari kebutuhan riil yang mencapai beberapa ton per hari.

Founder Ethics of Care, Farid Wajdi, menyebut kebijakan itu tidak lebih dari langkah simbolis yang tak menyentuh akar masalah.

“Apakah kebijakan intervensi ini benar-benar efektif, atau sekadar langkah seremonial yang dibungkus dengan narasi keberhasilan?” katanya kepada wartawan, Minggu 26 Oktober 2025.

“Dampaknya hanya sesaat. Harga lokal bisa turun sementara, tetapi tidak berpengaruh terhadap stabilitas harga di pasar lain.”

Inflasi Naratif dan Kosmetika Ekonomi

Menurut Farid, langkah seperti ini cenderung menjadi kosmetika ekonomi — mempercantik tampilan statistik, namun abai terhadap realitas pasar.

“Publik berhak mengkritisi pola komunikasi pemerintah yang sibuk menata citra ketimbang membenahi sistem. Narasi ‘harga turun’ tanpa data komprehensif hanya melahirkan inflasi naratif — stabilitas semu yang dibangun lewat wacana, bukan realitas,” tegas mantan anggota Komisi Yudisial ini.

Kritik tersebut sejalan dengan temuan lapangan, di mana harga cabai merah di sejumlah pasar tradisional seperti Pasar Petisah, Pasar Simpang Limun, dan Pasar Sei Sikambing masih berada di kisaran Rp42 ribu–Rp.48 ribu per kilogram, jauh di atas angka klaim pemerintah Rp35 ribu.

Rantai Pasok Belum Tersentuh

Sejumlah pelaku pasar menilai, yang perlu dibenahi bukan sekadar harga di hilir, tetapi juga rantai pasok di hulu: pola distribusi dari petani ke pedagang besar hingga pengecer.

Banyak pihak menyebut struktur distribusi pangan di Sumut masih dikuasai oleh segelintir pemasok besar, yang memegang kendali atas suplai dan harga.

“Masalahnya bukan di pedagang, tapi di jalur distribusi yang panjang dan tidak efisien. Kalau ini tidak diubah, operasi pasar berapa kali pun tidak akan berdampak,” kata Rizal Harahap, pengamat ekonomi daerah dari Universitas Sumatera Utara.

Menanti Evaluasi Serius Pemprov Sumut

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari BUMD Sumut maupun Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumut terkait penolakan pedagang Petisah dan efektivitas operasi pasar tersebut.

Namun publik menunggu langkah evaluasi yang lebih menyeluruh, bukan sekadar showcase kebijakan.


Share:
Komentar

Berita Terkini