-->

524 Pasar Murah Digelar, Inflasi Sumut Tetap Tertinggi di Indonesia

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) mengklaim telah menggelar ratusan pasar murah untuk menekan harga bahan pokok

Editor: PoskotaSumut.id author photo


MEDAN
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) mengklaim telah menggelar ratusan pasar murah untuk menekan harga bahan pokok. Namun faktanya, inflasi di daerah ini justru melonjak dan kini menjadi yang tertinggi di Indonesia.

Data terbaru mencatat, inflasi Sumut mencapai 5,32 persen (year-on-year) pada September 2025 — jauh di atas rata-rata nasional yang hanya 2,65 persen.

Kepala Biro Perekonomian Setdaprov Sumut, Poppy Marulita Hutagalung, mengatakan Pemprov telah melakukan berbagai langkah pengendalian inflasi, di antaranya gerakan pangan murah dan pasar murah sebanyak 524 kali di seluruh kabupaten/kota.

“Gerakan pangan dan pasar murah masih terus berlangsung. Ini langkah cepat yang kita lakukan untuk menjaga daya beli masyarakat,” ujar Poppy dalam temu pers di Kantor Gubernur Sumut, Jalan Pangeran Diponegoro, Jumat (10/10).

Namun, langkah agresif itu dinilai tidak sebanding dengan hasil yang dicapai. Meski kegiatan pasar murah dilakukan masif, tingkat inflasi Sumut tetap menduduki posisi puncak nasional.

Kondisi ini memperlihatkan adanya jurang antara intensitas kegiatan dan efektivitas hasilnya. Sejumlah komoditas yang menjadi penyumbang utama inflasi antara lain beras, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, bawang putih, cabai hijau, dan daging ayam ras.

Kenaikan harga cabai bahkan disebut paling tajam dalam tiga bulan terakhir, ikut mengerek biaya konsumsi rumah tangga secara signifikan.

Poppy mengakui, cuaca ekstrem dan turunnya hasil panen menjadi faktor utama tekanan harga sektor pangan. Ia juga menyebut meningkatnya permintaan akibat maraknya kegiatan sosial masyarakat.

“Bulan ini banyak pesta dan kegiatan besar, permintaan meningkat sementara pasokan berkurang,” katanya.

Namun, pernyataan tersebut justru menimbulkan pertanyaan. Alih-alih menyasar akar persoalan produksi dan distribusi pangan, Pemprov dinilai masih terjebak pada aktivitas seremonial seperti operasi pasar dan tanam serentak yang dampaknya bersifat temporer.

Padahal, masalah inflasi di Sumut sudah menjadi persoalan struktural yang berulang, diperparah dengan minimnya peran BUMD pangan yang seharusnya berfungsi sebagai penyangga harga.

Sejumlah pihak menilai, Pemprov perlu memperkuat peran PT Aneka Industri dan Jasa (AIJ) serta PT Dhirga Surya sebagai buffer komoditas strategis seperti cabai dan beras, agar tidak terus bergantung pada mekanisme pasar.

Ironisnya, di tengah gencarnya klaim keberhasilan 524 kali gerakan pangan murah, harga di pasar tradisional Medan masih tinggi: cabai merah menembus Rp90 ribu per kilogram, beras medium Rp16 ribu, dan bawang merah di atas Rp45 ribu per kilogram.

Fakta ini menegaskan bahwa banyaknya kegiatan tidak selalu berbanding lurus dengan efektivitas pengendalian harga.

Share:
Komentar

Berita Terkini