De Tradisi, nama sekelompok musik yang tersohor di blantika tanah air khususnya Sumatera Utara. Sejak kehadirannya tanggal 8 Juni 2007, telah menorehkan sejumlah karya lagu baik sajian di panggung konser sampai ke ajang festival.
Bahkan, event sekelas Indonesia Mencari Bakat yang disediakan salah satu stasiun TV swasta nasional pernah dibuat heboh. Sampai – sampai sang komentator Ari Lasso geleng kepala atas kepiawaian De Tradisi dalam melumat semua genre musik.
Mereka terbiasa manggung dengan kompak, gagah, berestetika, beretika serta kental dengan kemasan bermodal seni leluhur. Decak kagum dan acungan jempol kerap diarahkan kepada rombongan ini, sebab sering memberikan alternatif guna mengapresiasi karya seni.
De Tradisi sangat jauh dari kesan promosi, sebagaimana halo – halo lazimnya promosi grup musik lainnya . Namun setiap penampilannya, ada magnet tersendiri bagi hadirin baik garapan musik, tema – tema syair lagu serta kolaborasi lainnya.
Bisa jadi, garapan - garapan musik selama ini bukan menu seni yang memikat dan tidak bernilai ekonomi. Sehingga, De Tradisi terkesan jauh dari audiens serta relatif miskin dalam pengenalan masyarakat. Atau diperlukankah kemasan baru dengan bobot universal ?
Akhir – akhir ini De Tradisi bergerilya bersama event organizer yang sederhana. Mereka tampil dalam beragam tema acara di berbagai tempat. Tentunya hal ini menjadi kelebihan sekaligus tantangan untuk kemajuan.Sebab, tidak jarang kualitas pendukung seperti audio , tata panggung atau lampu tidak mendukung kebutuhan kelompok musik ini.
Lebih dari itu, mereka juga rela berkiprah tanpa sponsor dan tiket penonton. Asalkan, karyanya diapresiasi (ditonton), hal itu sudah menjadi kebanggaan tersendiri.
Bertahan dalam situasi begini, suka tidak suka akan melahirkan pemahaman tersendiri bagi masyarakat, apakah De Tradisi masih setia dalam berkesenian ? Atau memilih hidupnya dilibas kompetiter lain yang selama ini membayangi aktifitasnya. Semuanya akan mengerucut menjadi pertanyaan besar, apa kabar DeTradisi ? ( Jenda Bangun, Wartawan dan Pengamat Budaya)