MEDAN — Program Jaminan Stabilitas Komoditas Pangan (JASKOP) yang digagas Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dinilai harus memiliki target jelas dalam menekan laju inflasi pangan. Tanpa indikator keberhasilan yang terukur, program ini dikhawatirkan hanya sebatas jargon politik yang tidak menyentuh persoalan harga di pasar.
Asisten Ekonomi Pembangunan Pemprov Sumut, Effendy Pohan, menegaskan pangan harus dijaga dari hulu ke hilir. Pemerintah, kata dia, hadir untuk memastikan hasil produksi petani terserap, distribusi berjalan baik, serta tidak menimbulkan gejolak harga.
“Harapan kita dengan JASKOP ini, kita bisa menjaga harga petani dan distribusi produksi di Sumut. Pemerintah provinsi hadir untuk menjamin itu semua, agar tidak ada gejolak harga,” ujar Effendy dalam paparannya di Kantor Gubernur Sumut, Kamis (18/9).
Ia menekankan pangan merupakan isu strategis yang sejak awal menjadi bagian dari visi-misi Gubernur Sumut dalam RPJMD. Sejumlah langkah telah dijalankan sejak Agustus 2025, mulai dari pembentukan tim khusus pengendali harga, pembangunan Solar Dryer Dome (SDD), hingga regulasi Harga Eceran Tertinggi (HET) cabai merah.
Namun, Effendy mengakui pemerintah tidak bisa sepenuhnya mengendalikan harga di pasar.
“Terus terang pemerintah tidak bisa mengendalikan semua ini, jangan di Sei Sikambing, Pasar Senin pun tidak bisa dikendalikan. Ini hukum pasar. Tapi dari lingkup petani, itu yang bisa kita kendalikan,” jelasnya.
Saat ini program JASKOP melibatkan enam stakeholder besar, yakni Dirga Surya, Mitra Inti, Indomaret, Alfamart, Brastagi, dan Bumi Rempah. Selain itu, kontrak farming dengan 10 kelompok tani juga mulai dijalankan. Satu di antaranya sudah berjalan di Batubara oleh PPN, sementara sembilan lainnya difasilitasi Pemprov.
Meski demikian, publik masih meragukan efektivitas program ini karena baru dimulai pada Agustus dengan waktu yang relatif singkat untuk menunjukkan hasil. Jika target penurunan inflasi tidak tercapai, JASKOP rawan dianggap hanya pencitraan.
Effendy menyebut, tahun depan 10 kelompok tani tersebut akan dievaluasi dan bisa menjadi induk bagi kelompok lain. Hanya saja, ia belum menjelaskan indikator apa yang digunakan untuk menilai keberhasilan mereka.
“Tidak perlu disusun tiap tahun, nanti kelompok ini bisa jadi induk bagi yang lain,” katanya.