MEDAN – Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Setdaprovsu, Chandra Dalimunte, menegaskan bahwa pihaknya hanya berperan sebagai penjaga sistem dalam proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara.
Menurutnya, Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) tidak terlibat langsung dalam pemilihan penyedia karena hal itu menjadi kewenangan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
“Kami tidak terlibat, kami hanya menjaga sistem. Yang melaksanakan itu PPK dan KPA di OPD,” ujar Chandra dalam konferensi pers di Kantor Gubernur Sumut, Rabu (15/10).
Namun, pernyataan tersebut menimbulkan tanda tanya, sebab dalam praktiknya, Kelompok Kerja (Pokja) yang berada di bawah koordinasi Biro PBJ justru menjadi pihak yang melakukan evaluasi dokumen dan menetapkan pemenang tender.
Ironisnya, pernyataan “tidak terlibat” itu muncul di tengah sorotan publik terhadap dugaan adanya praktik “uang klik” sebesar 0,5 persen dalam proses e-Katalog di sejumlah instansi pemerintah.
Istilah “uang klik” mencuat dalam fakta persidangan kasus suap Kadis PUPR Sumut Topan Ginting di Pengadilan Negeri Medan. Namun, Chandra dengan tegas membantah adanya praktik tersebut.
“Itu tidak ada. Kami tidak pernah berhubungan dengan penyedia, semua berjalan dalam sistem. Tidak ada istilah uang klik,” tegasnya
Meski begitu, pernyataan bahwa Biro PBJ hanya berperan menjaga sistem dinilai sebagian pihak sebagai bentuk “buang badan”. Sebab, secara struktur, Pokja yang melaksanakan proses tender berada langsung di bawah Biro PBJ.
Chandra mengakui hal tersebut, namun menegaskan bahwa seluruh langkah Pokja dilakukan berdasarkan aturan yang tertuang dalam peraturan presiden.
“Pelaku pengadaan itu jelas diatur di Perpres: ada PA, KPA, PPK, Pokja, dan penyedia. Jadi semua sudah punya peran masing-masing. Kami hanya memastikan sistemnya berjalan,” katanya.
Ia menjelaskan, sesuai Perpres Nomor 46 Tahun 2025 Pasal 50 A dan B, seluruh pengadaan di atas Rp200 juta wajib menggunakan e-Katalog atau e-Purchasing. Sistem digital tersebut, katanya, tidak memberi ruang bagi interaksi langsung antara pejabat dan penyedia.
“Kami hanya fasilitator dari sistem yang dibangun LKPP. Semua proses ada di sistem, bukan manual. Jadi tidak ada istilah jumpa penyedia atau tawar-menawar di luar sistem,” ujar Chandra.
Ia juga menyebut, seluruh data pengadaan dapat diakses publik melalui Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP).
“Semuanya transparan. Semua kegiatan diumumkan, jadi tidak ada yang bisa disembunyikan,” tandasnya.
Chandra menutup dengan menegaskan bahwa pihaknya tidak bermaksud lepas tangan dari tanggung jawab, namun peran Biro PBJ memang terbatas.
“Kami tidak buang badan, tapi memang tidak mungkin UKPBJ mengerjakan semua proyek dinas. Kepala dinasnya ada, PPK-nya ada. Kami hanya jaga sistemnya,” pungkasnya.
