-->

Dugaan Sawit Tetap Dipanen di Lahan Sitaan, Potensi Kerugian Negara Capai Rp130 Miliar

Polemik pengelolaan lahan sitaan milik terpidana perambahan hutan, Alexander Halim alias Akuang alias Lim Sia Cheng, kembali mencuat. Meski sudah disi

Editor: PoskotaSumut.id author photo


MEDAN – Polemik pengelolaan lahan sitaan milik terpidana perambahan hutan, Alexander Halim alias Akuang alias Lim Sia Cheng, kembali mencuat. Meski sudah disita Penyidik Kejati Sumut sejak 2022, ratusan hektar kebun sawit di kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading-Langkat Timur Laut (SM KG-LTL), Kabupaten Langkat, diduga masih terus dipanen.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Stabat BKSDA Sumut, Bobby Nopandry, mengaku pihaknya sempat menyurati Koperasi Sinar Tani Makmur (STM) yang dipimpin Akuang agar tidak memanen sawit di atas lahan negara tersebut. Namun, ia mengakui pengawasan belum maksimal.

“Saya baru menjabat Oktober 2024, lalu Februari 2025 sudah menyurati pihak yang memanen. Tapi surat baru sekali dikirim, dan sampai sekarang kami belum pernah melihat langsung pemanen saat patroli,” kata Bobby, Senin 1 September 2025.

Bobby beralasan keterbatasan personel membuat fokus pengawasan lebih banyak diarahkan ke konservasi satwa. Ia juga mengklaim tidak memiliki cukup bukti untuk melaporkan dugaan pemanenan ke aparat penegak hukum.

Aktivis Desak Kajatisu Turun Tangan

Ketua Umum Forum Komunikasi Suara Masyarakat Sumut (FKSM Sumut), Irwansyah, menyebut potensi kerugian negara akibat panen sawit di lahan sitaan ini mencapai lebih dari Rp130 miliar.

“Hitungannya sederhana, dari tahun 2022 sampai 2025, dua kali panen per bulan, rata-rata 2,5 ton per hektare dengan harga TBS Rp3.380 per kilogram di atas 210 hektar. Nilainya mencapai Rp130 miliar lebih,” tegas Irwansyah.

Ia mendesak Kajatisu Harli Siregar segera mengusut kasus ini dengan menelusuri aliran penjualan TBS maupun transaksi keuangan Koperasi Sinar Tani Makmur.

“Cek penadah TBS, lalu ikuti jejak keuangannya. Jika terbukti, jerat dengan pasal penadahan dan pencucian uang,” tambahnya.

Kejari Langkat: Belum Ada Laporan

Sementara itu, Kasi Intel Kejari Langkat, Ika Luis Nardo, mengaku baru mengetahui dugaan panen sawit di lahan sitaan tersebut. Ia beralasan, lahan yang disita pengadilan dititipkan ke BKSDA Sumut, sehingga pihaknya belum menerima laporan resmi.

“Seharusnya ada laporan dari instansi yang bertanggung jawab. Kami baru tahu dari informasi media,” ujarnya.

Terpidana Belum Ditahan

Diketahui, Akuang telah divonis 10 tahun penjara, denda Rp1 miliar, serta diwajibkan membayar uang pengganti Rp797,6 miliar oleh Majelis Hakim Tipikor PN Medan, Senin (11/8/2025). Namun, hingga kini ia belum ditahan dan diduga masih menikmati hasil kebun sawit di lahan sitaan tersebut.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) sendiri telah mengajukan banding karena menilai hukuman lebih ringan dari tuntutan semula, yakni 15 tahun penjara dan uang pengganti Rp856,8 miliar.

Kasus ini bermula sejak 2013 ketika Akuang bersama Kepala Desa Tapak Kuda, Imran, memanipulasi dokumen tanah di kawasan konservasi untuk dijadikan sertifikat hak milik. Keduanya kini telah berstatus terpidana.


Share:
Komentar

Berita Terkini