-->

Redaksional : Kota Medan Tak Boleh Diam melihat Maraknya Begal

Kota Medan sedang dirundung rasa tidak aman. Berita tentang pembegalan yang menimpa pelajar, pengendara motor, sopir taksi online

Editor: PoskotaSumut.id author photo

Mered poskotasumut.id (Lilik Riadi Dalimunthe)

Kota Medan sedang dirundung rasa tidak aman. Berita tentang pembegalan yang menimpa pelajar, pengendara motor, sopir taksi online, atau warga yang sedang pulang malam bukan lagi kabar satu-dua kali ia berulang, tersebar di banyak titik, dan meninggalkan korban, baik luka fisik maupun trauma sosial yang menunggu penanganan nyata. 

Rasa takut ini merusak aktivitas ekonomi malam hari, menggerus kepercayaan publik terhadap keamanan, dan menuntut respons tegas dari aparat serta strategi pencegahan jangka panjang dari pemerintah daerah.

Data dan pola yang muncul dari catatan pemberitaan menunjukkan dua hal penting: (1) jumlah kasus pencurian/curas/curanmor yang terbuka cukup besar dalam periode tertentu; (2) sebagian pelaku adalah kelompok terorganisir atau residivis yang kembali melakukan kejahatan, sehingga penindakan semata tidak cukup tanpa program pencegahan terpadu. Pada April 2025. 

Polrestabes Medan mengumumkan pengungkapan 61 kasus kriminal (termasuk curas dan curanmor) dalam sebulan, menangkap puluhan tersangka, angka yang memberi gambaran betapa masifnya persoalan kriminalitas jalanan bila dilihat dalam periode singkat.

Catatan tahunan juga memprihatinkan: sebuah kajian yang mengutip data Kepolisian Resort Kota Medan menyebut 127 kasus pembegalan bersenjata tajam pada 2023, dengan persentase penyelesaian tertentu. Namun, tetap menunjukkan kenaikan dibanding tahun sebelumnya,bukti bahwa masalah ini berulang dan belum tuntas.

Di lapangan, modusnya beragam, pemepetan motor, ancaman senjata tajam, hingga pembegalan dengan korban yang terluka parah atau tewas. Penegakan hukum sering berbuah penangkapan,bahkan operasi yang berujung pada penembakan terhadap pelaku saat mencoba melawan atau melarikan diri. 

Sebuah indikator bahwa aparat menggunakan tindakan keras untuk merespons ancaman langsung. Namun, tindakan represif saja tidak menyelesaikan akar masalah. Kasus-kasus penangkapan dan insiden penembakan terhadap pelaku yang dilaporkan pada November 2024, menunjukkan tekanan polisi, tetapi juga mengingatkan kita akan kebutuhan mekanisme penahanan, pengadilan, dan program rehabilitasi yang lebih kuat. 

Realitas terkini Oktober 2025, kembali mengingatkan betapa rentannya jalanan kita,ada laporan pembegalan yang menimpa pelajar di sekitar Jalan Jenderal Sudirman, bahkan di dekat pos polisi, yang menimbulkan pertanyaan serius tentang efektivitas pengaturan patroli dan tata ruang kemanan publik. Ruang publik yang semestinya aman bagi pelajar dan pekerja jadi terancam.

Apa yang harus dilakukan? Berikut rekomendasi kebijakan yang nyata dan pragmatis:

  1. Pemetaan hotspot dan patroli terfokus. Polisi bersama Pemkot harus membuat peta titik rawan (berdasarkan laporan polisi dan kronologi kasus) dan menempatkan patroli jalan rutin terutama pada jam rentan (subuh dan malam). Penempatan pos polisi atau posko respons cepat di titik rawan bisa menurunkan peluang aksi begal. (Tindakan ini harus terukur dan transparan agar tidak sekadar operasi “siklus” semata.)

  2. Perbaikan penerangan, CCTV publik, dan desain jalan yang aman. Banyak lokasi rawan karena minim penerangan dan sudut tersembunyi. Investasi infrastruktur sederhana, lampu jalan, CCTV yang terintegrasi ke pusat kendali kepolisian. Dan, perbaikan trotoar,memiliki efek preventif yang signifikan.

  3. Penguatan respons kepolisian terukur dan akuntabel. Penangkapan perlu diikuti proses peradilan cepat dan pengawasan untuk mengurangi residivisme: program pembinaan bagi pelaku muda, kerjasama dengan Dinas Sosial dan dinas terkait untuk mencegah pengulangan tindak kejahatan. Penindakan keras tetap diperlukan bila ancaman nyata ada, tetapi harus ditempatkan dalam bingkai hukum dan perlindungan HAM. Laporan-laporan penangkapan besar diharapkan diimbangi transparansi proses hukum.

  4. Program pencegahan berbasis komunitas dan pendidikan. Banyak pelaku adalah remaja atau kelompok yang rentan,intervensi lewat pendidikan, kegiatan produktif, pelatihan keterampilan, dan program kesejahteraan lokal bisa menurunkan daya tarik jalanan sebagai pilihan penghidupan.

  5. Kemudahan pelaporan dan perlindungan korban. Korban harus didorong untuk melapor tanpa takut stigma; layanan medis dan psikologis bagi korban juga perlu dipastikan tersedia.

Begal bukan hanya masalah kriminalitas; ia adalah gejala kegagalan sistem pencegahan sosial, ekonomi, ruang publik, dan penegakan hukum yang terkoordinasi. Meski berita soal penangkapan, bahkan operasi yang mengakhiri nyawa pelaku, menunjukkan kerja keras aparat, itu bukan solusi akhir. Pemulihan rasa aman membutuhkan kombinasi tindakan keras terhadap pelaku berbahaya dan pembangunan sistem pencegahan jangka panjang: peta rawan, penerangan dan kamera, patroli terprogram, intervensi sosial bagi kelompok rentan, serta penguatan layanan bagi korban.

Akhirnya, masyarakat juga punya peran: melaporkan, menjaga lingkungan, dan menuntut pejabat publik bertanggung jawab atas janji keamanan. Jika pemerintah, polisi, dan warga bersinergi, Medan bisa kembali menjadi kota yang tidak hanya hidup dan produktif di siang hari, tetapi juga aman di malam hari, tempat anak-anak bisa pulang sekolah tanpa takut, dan warga bermobilitas malam bisa beraktivitas tanpa was-was.

(Sumber: laporan pengungkapan kasus Polrestabes Medan April 2025; kajian data pembegalan 2023; laporan penangkapan dan insiden penembakan pelaku Nov 2024; rekaman penangkapan dan operasi 2024–2025; laporan pembegalan di Jalan Sudirman, Okt 2025). 

Share:
Komentar

Berita Terkini