MEDAN - Narasi keberhasilan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Sumatera Utara dalam menekan inflasi melalui pasokan cabai merah ke sejumlah pasar tradisional, justru menimbulkan pertanyaan besar di tengah publik. Pasalnya, kondisi faktual di lapangan menunjukkan harga cabai merah masih bertahan tinggi di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Founder Ethics of Care, Farid Wajdi, menilai klaim penurunan harga cabai merah hingga Rp35 ribu per kilogram merupakan narasi yang menyesatkan logika publik. Terlebih, pasokan yang diklaim mencukupi justru tidak sejalan dengan kenyataan di pasar.
“Apakah kebijakan intervensi tersebut benar efektif, atau sekadar langkah seremonial yang dibungkus dengan narasi keberhasilan?” ujarnya kepada wartawan, Minggu 26 Oktober 2025.
Farid menjelaskan, akar masalahnya terletak pada skala intervensi. Distribusi 500 kilogram cabai merah di satu pasar besar dinilainya tidak sebanding dengan kebutuhan harian yang mencapai beberapa ton.
“Dampaknya hanya sesaat, menurunkan harga lokal dalam waktu singkat tanpa pengaruh nyata terhadap stabilitas harga di pasar lain,” ujarnya.
Menurut Farid, kebijakan seperti ini lebih menyerupai kosmetika ekonomi — memperindah tampilan agar seolah-olah stabil, sementara persoalan mendasar seperti rantai pasok dan tata niaga pangan yang tidak efisien justru tak tersentuh.
Ia juga mengkritik pola komunikasi pemerintah yang dianggap lebih sibuk mengatur citra daripada membenahi sistem.
“Narasi ‘harga turun’ tanpa data komprehensif hanya melahirkan apa yang disebut para ekonom sebagai inflasi naratif — stabilitas semu yang dibangun lewat wacana, bukan realitas,” tegas mantan anggota Komisi Yudisial ini.
Farid menilai, bila hanya satu-dua pasar yang kebetulan mengalami penurunan sesaat lalu diklaim sebagai keberhasilan, publik justru sedang disuguhi manipulasi persepsi, bukan solusi ekonomi.
“Kondisi ini menegaskan pentingnya audit dan verifikasi independen terhadap setiap laporan harga dan kebijakan pangan,” ungkapnya.
Ia menyarankan agar Badan Pusat Statistik (BPS) dan Ombudsman Daerah dilibatkan dalam proses verifikasi untuk memastikan kebenaran data dan transparansi komunikasi publik. BPS memiliki otoritas teknis untuk memantau tren harga secara ilmiah, sementara Ombudsman dapat memastikan akuntabilitas informasi agar tidak menyesatkan masyarakat.
“Tanpa verifikasi semacam itu, laporan yang beredar di ruang publik mudah berubah menjadi propaganda, bukan refleksi kebenaran,” ujarnya.
Lebih jauh, Farid menekankan hak publik atas akses informasi yang jujur dan terbuka. Ia mendorong Pemprov Sumut membangun sistem pemantauan harga pangan berbasis data terbuka, agar masyarakat bisa memantau langsung perkembangan harga di pasar utama.
“Yang dibutuhkan sekarang bukan sekadar operasi pasar yang sporadis, melainkan reformasi tata niaga pangan yang berkeadilan, transparan, dan berpihak kepada masyarakat,” ujarnya.
Menurutnya, publik tidak menuntut harga selalu murah, tetapi menuntut kejujuran dalam informasi dan tanggung jawab dalam kebijakan.
“Tanpa itu, klaim ‘harga turun’ hanya akan menjadi fatamorgana birokrasi — terlihat menenangkan, tapi rapuh ketika disentuh kenyataan di pasar,” pungkas Farid.
Intervensi Cabai dari Jawa Timur
Satgas Penanganan Inflasi bentukan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution diketahui melakukan intervensi harga di sejumlah pasar dengan mendistribusikan cabai merah yang didatangkan dari Pulau Jawa.
Distribusi dilakukan di 21 titik lokasi di Kota Medan pada Sabtu (25/10/2025), melibatkan tiga BUMD Pemprov Sumut: PD Aneka Industri dan Jasa (AIJ), PT Dhirga Surya, serta PT Pembangunan Prasarana Sumatera Utara (PPSU). Total cabai yang disalurkan mencapai 500 kilogram.
“Hari ini kita intervensi harga cabai merah. Saat ini harganya Rp35 ribu per kilogram,” ujar Dirut PT Dhirga Surya, Ari Wibowo, di Pasar Petisah.
Namun, hasil pantauan wartawan pada Sabtu (25/10) dan Minggu (26 Oktober 2025. justru menunjukkan harga cabai merah masih di atas Rp60 ribu per kilogram. Di Pasar Simpang Limun, harga berkisar Rp62 ribu–Rp75 ribu/kg, sedangkan di Pasar Sukaramai mencapai Rp70 ribu/kg.
Sebelumnya, kasus pembelian 50 ton cabai merah dari Jember, Jawa Timur oleh Pemprov Sumut untuk meredam inflasi juga menuai kritik. Hampir separuh dari cabai yang tiba di Medan disebut dalam kondisi jelek dan tidak layak konsumsi.
Direktur AIJ Swangro Lumbanbatu mengonfirmasi bahwa pembelian tersebut dilakukan atas instruksi Gubernur Bobby Nasution.
“Agar harga cabai stabil. Sebab, pada pekan pertama Oktober 2025, harga cabai di Medan sempat menyentuh Rp100 ribu per kilogram,” kata Swangro, Minggu (26/10).
Foto: Pedagang Pasar Induk Laucih Tuntungan memperlihatkan cabai berkualitas rendah yang didistribusikan BUMD Sumut dalam rangka intervensi menekan laju inflasi, Jumat (24/10/2025).
