-->

Prabowo: Atasan Maling, Jendral Kapal Keruk

Dalam salah satu pidatonya, Presiden Prabowo Subianto melontarkan sindiran keras: banyak prajurit yang menyebut sejumlah mantan petinggi militer sebag

Editor: PoskotaSumut.id author photo


Oleh: Awaluddin Thayab

"Jenderal Kapal Keruk" dan Sinyal Tegas Presiden Prabowo

Dalam salah satu pidatonya, Presiden Prabowo Subianto melontarkan sindiran keras: banyak prajurit yang menyebut sejumlah mantan petinggi militer sebagai maling dan jenderal kapal keruk. Ungkapan ini jelas ditujukan kepada oknum purnawirawan yang dituding serakah—bagaikan kapal keruk di tambang dan perkebunan yang tak pernah puas meraup kekayaan negara.

Pernyataan ini memperlihatkan kejengkelan Presiden, sekaligus menandai fase baru “perang terbuka” di lingkaran elite. Bubur bahkan belum dingin, tapi sudah disendok ke tengah piring. Pesan simboliknya jelas: permainan kekuasaan belum usai.

Prabowo tentu punya informasi intelijen yang kuat. Ia seolah ingin memberi sinyal bahwa ada purnawirawan berpangkat tinggi yang tampil manis di depan, namun diam-diam berupaya menikam dari belakang. Rencana operasi dua tahun yang pernah ia sampaikan tampaknya tetap berjalan—terlebih setelah “raja Oslo” gagal menekan Presiden pada 4 Oktober lalu.

Isu yang berkembang menyebut salah satu skenarionya ialah menguasai para rektor perguruan tinggi besar untuk persiapan politik 2029. Di Sumatera Utara, muncul pula kabar dugaan aliran dana dari Pemprov kepada pihak tertentu untuk memuluskan agenda tersebut, sebagaimana diberitakan sejumlah media investigasi.

Untuk menghindari kesalahpahaman, mari kita gunakan analogi film koboi dalam menggambarkan situasi ini.

Sherif vs Bandit Kota

Saat ini, Presiden ibarat Sherif yang tengah menggerakkan operasi tempur melawan gerombolan bandit yang terus-menerus ingin menjarah kotanya. Para prajurit lapangan bahkan sudah lama menyebut mereka sebagai maling dan kapal keruk karena rakusnya merampok “harta kota.”

Bandit-bandit ini—terutama sang Bandit Tua (BanTu)—tampaknya mulai merasakan kemarahan sang Sherif. Dalam “adu tembak politik” sebelumnya, BanTu sudah empat kali tumbang, meski belum dengan peluru mematikan. Namun alih-alih berhenti, ancaman terus disuarakan.

Maka, kemarahan Sherif akhirnya meledak. Sindiran keras “maling dan kapal keruk” seolah menjadi pesan tersirat bahwa akhir permainan bagi para bandit sudah dekat.

Banyak pihak bertanya: mengapa para bandit masih dibiarkan berkeliaran di kota?

Di sinilah strategi sang Sherif. Mereka sengaja tidak diusir ke luar kota, agar tetap dalam jangkauan dan mudah diamankan kapan saja. Dengan begitu, mereka tidak bisa bebas berkongsi dengan “rajanya” di luar sana. Dan benar saja, satu per satu sudah mulai tumbang.

Kepercayaan diri Sherif menunjukkan konsolidasi pasukannya matang. Kini mereka tinggal menunggu Game Changer menuju Game Over. Babak kedua film ini tampaknya akan segera tayang: Sherif membersihkan kota dan mengakhiri sepak terjang para bandit.

Kesimpulan

Sindiran Presiden Prabowo sangat jelas: ada pihak tertentu yang sedang ia peringatkan. Bahkan dalam kesempatan lain beliau menyebut, jika sudah tiga kali diberi peringatan dan tetap tak berubah, maka orang itu harus “dibuang.”

Jika demikian, ya lakukan saja, Pak Presiden. Waktu kejayaan mereka sudah lewat.

Catatan Penutup

Baru-baru ini BNN mengungkap penyelundupan narkoba Rp1 triliun melalui kawasan PIK 2. Pertanyaan pun muncul: siapa sebenarnya “pemilik peliharaan” PIK 2?

Presiden harus tegas menghadapi siapa pun yang berada di belakangnya.

Bangsa ini tidak butuh Presiden wayang.

Share:
Komentar

Berita Terkini