DPW LSM LIRA Sumut Nilai Pembangunan Gedung Kejatisu Bentuk Pengingkaran Efisiensi

Dewan Pimpinan Wilayah Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Rakyat (DPW LSM LIRA) Sumatera Utara menilai, pembangunan Gedung Kejaksaan Tinggi

Editor: PoskotaSumut.id author photo

Gedung Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara 

MEDAN - Dewan Pimpinan Wilayah Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Rakyat (DPW LSM LIRA) Sumatera Utara menilai, pembangunan Gedung Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara bernilai Rp 95,7 M sebagai bentuk pengingkaran terhadap Perpres No 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja APBN dan APBD.

“Selain itu, belanja pembangunan gedung Kejatisu yang berasal dari APBD Pemprov Sumut TA 2025 terkesan dipaksakan harus terealisasi. Padahal, saat bersamaan himpitan ekonomi masyarakat begitu kuat. Herannya, mengapa Pemprovsu maupun Kejatisu terkesan tidak berempati”, ujar Sekretaris Wilayah LIRA Sumut, Andi Nasution, kemarin.

Inpres ini, lanjutnya, sesungguh menekankan pentingnya fokus pada kinerja pelayanan publik. Namun pada sisi lain, gedung Kejatisu yang ada saat ini, masih sangat representatif untuk melayani publik.

“Kesan adanya pemaksaan agar aggaran tersebut terealisasi, memunculkan indikasi persekongkolan dalam tender, yang juga diduga melibatkan banyak pihak”,sambungnya.

LIRA, menurut Andi Nasution, merasakan adanya keanehan dalam lelang pembangunan gedung Kejati Sumut, yang bersumber dana APBD Pemprovsu TA 2025 tersebut.

Lelang pertama pada 25 Maret 2025, dinyatakan gagal, karena tidak peserta yang lulus evaluasi penawaran.

“PT  PAY yang melakukan penawaran Rp 94,450 miliar  dinyatakan tidak lulus, karena data kualifikasi tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam dokumen. Hal ini mengindikasikan PT PAY tidak mampu menunjukkan kemampuan dan kehandalan penyedia dalam melaksanakan pekerjaan atau memberikan jasa yang dibutuhkan”,ujarnya.

Pada lelang ulang, pada 22 April 2025, PT PAY menjadi pemenang, dengan penawaran Rp 95,726 miliar. Nilai penawaran PT PAY kali ini, justru naik Rp 1 miliar lebih daripada lelang pertama.

“Anehnya lagi dalam lelang kali ini, tiga penawar terendah lainnya, kalah dengan alasan yang sama. Alasan kekalahan adalah, jabatan manajer teknik yang disampaikan dalam dokumen penawaran tidak dapat diklarifikasi”,terangnya.

Pertanyaanya, lanjut Andi Nasution, untuk apa ketiga perusahaan tersebut mempersipakan banyak dokumen dan melakukan penawaran, jika persoalan seorang manajer teknik saja mereka tak mampu mengatasinya.

“Ini mengindikasikan adanya persekongkolan vertikal dan horizontal, yang melibatkan PT PAY dan oknum oknum tertentu di Dinas PUPR Sumut. Tentunya, hal ini harus mendapat perhatian”,ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, pemenang lelang pembangunan gedung Kejati Sumut merupakan perusahaan yang memiliki track record buruk.

“PT PAY pernah masuk dalam daftar hitam LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, masa waktu 11 September 2023 sampai dengan 11 September 2024”,ungkapnya.

Status tayang daftar hitam ini, saat PT PAY yang ber KSO dengan PT PLN saat melaksanakan pekerjaan Revitalisasi Komplek Stadion Kebun Bunga Medan, yang bernilai kontrak Rp 191,6 miliat.

Pekerjaan Revitalisasi Komplek Stadion Kebun Bunga Medan ini, tambahnya, mengalami sebanyak lima kali adendum, termasuk penambahan waktu pekerjaan 60 kalender, tetapi menyisakan persoalan tidak sedap.

“Ada kerugian negara sebesar Rp 687,5 juta akibat ketidaksesuaian spesifikasi dan kekurangan volume dalam pekerjaan. Inikan merupakan salah satu rekam jejak buruk PT PAY”,ujar Andi Nasution.

Saat ini, sambungnya, pihak yang paling mengetahui seluk beluk lelang pembangunan gedung Kejatisu berada dalam genggaman KPK, yakni Topan Obaja Putra Ginting. 

“Anggaran pembangunan gedung tersebut di bawah Dinas PUPR Sumut, dimana Kepala Dinasnya saat itu adalah Topan Ginting. Tentunya sangat mudah bagi KPK untuk memintai keterangan dalam rangka penyelidikan”,tambahnya.

Meskipun demikian, Andi Nasution mengatakan, segera bersurat ke Presiden RI, Prabowo terkait persoalan ini.

“Kami merasa perlu bersurat ke Presiden RI, karena berkaitan dengan dua hal. Pertama soal efisiensi anggaran, dan kedua terkait upaya Prediden RI dalam pemberantasan korupsi”,ujarnya.

Share:
Komentar

Berita Terkini