![]() |
Akademisi dan Pemerhati Pendidikan, Dr. Salman Munthe, S.Pd., M.Si. |
MEDAN – Krisis moral di kalangan mahasiswa ditengarai semakin nyata seiring makin minimnya porsi pendidikan agama di kampus-kampus umum. Hal ini menjadi keprihatinan tersendiri bagi akademisi dan pemerhati pendidikan, Dr. Salman Munthe, S.Pd., M.Si.
Kepada wartawan, Dr. Salman mengungkapkan bahwa pendidikan agama saat ini mulai terpinggirkan dalam sistem pendidikan tinggi. Ia menilai, kecenderungan ini berpotensi menciptakan generasi muda yang kehilangan nilai moral dan etika di tengah derasnya pengaruh negatif lingkungan.
"Kalau memang betul jumlah SKS pendidikan agama di kampus-kampus umum terus menyusut, maka sudah saatnya kita ambil langkah. Ini sinyal bahaya. Kampus tak lagi menjadikan agama sebagai prioritas. Jumlah dosen agama terbatas, mahasiswa bertambah, masjid hanya satu di setiap kampus. Ini tidak cukup," ujar Dr. Salman.
Menurutnya, penguatan mata kuliah agama sangat penting sebagai filter pribadi mahasiswa dalam menghadapi tantangan kehidupan sosial yang penuh godaan.
"Kita harus menanamkan rasa takut kepada Tuhan. Pendidikan agama akan membentuk karakter dan kontrol diri yang kuat. Jika tidak, kita akan kehilangan arah sebagai bangsa," tegasnya.
Teknologi Tak Bisa Gantikan Peran Guru
Menjawab pertanyaan terkait dominasi teknologi dalam kehidupan anak muda, Dr. Salman menegaskan bahwa secanggih apapun teknologi, ia tidak akan mampu menggantikan peran manusia, terutama guru.
"Teknologi adalah hasil karya manusia. Sedangkan manusia adalah ciptaan terbaik dari Tuhan. Maka, sehebat apapun teknologi, ia tidak akan bisa menggantikan guru. Kecerdasan buatan tidak bisa menanamkan nilai dan adab seperti yang dilakukan guru manusia," paparnya.
Ia mengingatkan bahwa teknologi yang tidak dibarengi pendidikan karakter justru bisa menjadi ancaman serius.
"Teknologi yang digunakan tanpa etika bisa menimbulkan tindakan-tindakan tidak baik. Contohnya sudah banyak kita lihat di masyarakat. Inilah yang saya maksud sebagai 'lost' dalam kehidupan manusia," ucapnya.
Pentingnya Peran Keluarga
Dr. Salman juga menyoroti lemahnya pengawasan orang tua sebagai salah satu faktor penyebab hilangnya etika generasi muda. Ia menyebut banyak anak-anak dibiarkan berperilaku bebas tanpa bimbingan dan batasan.
"Orang tua sekarang cenderung abai. Anak-anak tidak diawasi, dibiarkan tenggelam dalam dunia digital tanpa batas. Padahal keluarga adalah pondasi utama pembentukan karakter," jelasnya.
Ia mengutip kebijakan di beberapa negara maju yang mulai membatasi penggunaan gawai.
"Coba lihat di Roma. Di sana, anak-anak dilarang menggunakan handphone, baik di ruang makan maupun di ruang belajar. Karena mereka tahu, terlalu tergantung pada HP bisa menghilangkan adab, bahkan untuk sekadar bertatap muka," pungkasnya